Senin, April 21, 2008

Hunting Kelabu


Sabtu kemarin tanggal 19 April gw berencana hunting ke Museum (taman) Prasasti di jalan Tanah Abang I. 
Gw mengenal museum ini dari tayangan tentang tempat-tempat wisata yang ada di Jakarta dari sebuah stasiun TV. 
Disebutkan museum ini adalah bekas kuburan Belanda terdapat makam/prasasti makam 
Dr. HF Roll (pendiri Stovia), Dr. WF Stutterheim (ahli arkeologi) 
dan JHR Kohler (tokoh Perang Aceh). 
Sedangkan orang Indonesia yang ada prasastinya di sini Soe Hok Gie (tokoh mahasiswa). 
Pada tayangan itu juga disebutkan kalau museum ini sering dijadikan tempat foto-foto, baik perseorangan maupun yang foto pernikahan. 
Akhirnya Sabtu kemarin gw meluncur kesana dengan harapan bisa mendapatkan objek foto yang menarik. Di pintu masuk terlihat nama orang-orang yang dikubur di sana. 
Pas masuk ke museum gw melihat ada mading yang berisi pengumuman tarif masuk museum, 
yaitu Rp2.000,- perorang. Gw pun menyerahkan uang pembeli karcis 
(Rp5000,- gw berdua dg teman) pada petugas pengelola/penjaga. Berikut percakapan gw dengan bapak penjaga museum.
Penjaga :  'Mau apa?' (dengan nada ketus)
Gw : 'Mau masuk pengen liat-liat'.
Penjaga : 'Mau motret ya? Buat apa?'
Gw : 'Iya Pak. Motret aja, buat latihan.' (dengan rasa kaget dan sedikit emosi karena nada bicara si bapak)
Penjaga : 'Dah baca belum pengumumannya?'
Gw : 'Sudah.'
Penjaga : 'Dah baca sampai bawah? Kalo baca jangan separo-separo, baca sampai habis. '
Gw pun baca semua isi pengumuman, berikut sebagian isi pengumuman yang masih gw ingat
* Foto komersil Rp1.500.000,-
* Pribadi Rp350.000,-
Penjaga : 'Kalo wartawan harus ada kartu identitasnya, kalo mahasiswa ada surat dari kampus.'
Alhasil gw langsung balik kanan dan cabut dari sana.
Sepanjang jalan gw berpikir apa maksud kebijakan seperti itu? Cari keuntungan? ato Menjaga keasrian museum karena flash kamera kadang bisa merusak koleksi(seperti kebijakan sebagian museum di Indonesia)? Lha wong itu museum berupa taman terbuka yg isinya nisan, gmana mau buram karena flash kamera. Yang gw tahu kalo dibuat tarif seperti itu dilengkapi penjaga yg kasar, bisa dipastikan pengunjung akan kabur. Coba bandingkan dengan kraton Jogja yg membolehkan pemotretan 
walaupun harus bayar Rp3000,-. Itu masih masuk akal. Bagaimana ini Dinas Pariwisata DKI Jakarta?

Gagal di museum prasasti akhirnya gw mutusin ke Green Festival di Parkir Timur Senayan. Di sini gw liat kartun2 Beni & Mice dan sempat motret sepeda ontel. 
Lumayanlah sedikit mengobati kecewa.



1 komentar:

Anonim mengatakan...

nah... yang ini lebih enak dibaca. congrats. kok aku jadi kayak pengamat blog ini ya :-(